Selasa, 29 November 2011

Klorfeniramin maleat (CTM)


Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah (Siswandono, 1995).
Klorfeniramin maleat merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1) (Siswandono, 1995). Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas antihistamin. Berdasarkan struktur molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan ikatan –C=C- yang mengandung elektron pi (?) terkonjugasi yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Silverstein, 1986;Rohman, 2007).
Spektrum serapan UV klorfeniramin maleat bergantung kepada pelarutnya. Pada suasana netral klorfeniramin maleat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 261 nm, sedangkan dalam metanol klorfeniramin maleat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 250-275 nm (Florey, 1983).

Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan dan memiliki berat molekul 390,67. Klorfeniramin maleat berupa serbuk hablur, putih; tidak berbau, larutan mempunyai pH antara 4 dan 5, mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena (Farmakope IV, 1995).
Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat (Tjay, 2002; Siswandono, 1995).
Klorfeniramin maleat memberikan efek samping walaupun juga bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif, gangguan saluran cerna, mulut kering, kesukaran miksi. Kontraindikasi dari klorfeniramin maleat ini menimbulkan aktivitas antikolinergik yang dapat memperburuk asma bronkial, retensi urin, glaukoma. Klorfeniramin memiliki interaksi dengan alkohol, depresan syaraf pusat, anti kolinergik (IONI, 2001; Tjay, 2002).

Emulsi

Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi berupa zat cair. Berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi: emulsi gas, emulsi cair, dan emulsi padat

Emulsi gas (aerosol cair). Emulsi gas merupakan emulsi di dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti hairspray dan baygon, dapat membentuk sistem koloid dengan bantuan bahan pendorong seperti CFC. Selain itu juga mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak Brown.

Emulsi cair. Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak. Contohnya adalah pada susu

  • Sifat emulsi cair yang penting ialah: demulsifikasi dan pengenceran.

Demulsifikasi. Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengelmusi

Pengenceran. Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.

Emulsi padat (gel)


Senin, 28 November 2011

Asam Mefenamat

 
Asam mefenamat adalah termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, tentunya asam mefenamat dapat menyebabkan efek samping.
Contoh yang sering terjadi adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung,dan sebaiknya diberikan pada saat lambung tidak dalam kondisi kosong atau setelah makan.Berikut penjelasannya:

Indikasi:
Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.
Dosis:
Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan.
Dewasa dan anak di atas 14 tahun :
Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.
Dismenore
500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari.
Menoragia
500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti.
Efek samping:
Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia.
Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik.
Kontraindikasi:
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.
Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.
Interaksi Obat:
Asam mefenamat akan bereaksi dengan Obat-obat anti koagulan oral seperti warfarin; asetosal (aspirin) dan insulin.

Suspensi

 
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu :
  1. Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral.
  2. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit.
  3. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata.
  4. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
  5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
  6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.